Join us in the middle way
Hi teman..Sepertinya kamu belum terdaftar, ayo klik REGISTER untuk menjadi member Forum DhammaSena atau klik LOG IN jika kamu member Forum Dhammasena


Join the forum, it's quick and easy

Join us in the middle way
Hi teman..Sepertinya kamu belum terdaftar, ayo klik REGISTER untuk menjadi member Forum DhammaSena atau klik LOG IN jika kamu member Forum Dhammasena
Join us in the middle way
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

+2
wonton
LuvLiu
6 posters

Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by LuvLiu Tue Nov 04, 2008 12:20 am

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Selama hari Vesak, kita telah diberitahukan bahwa hari itu juga merupakan hari dimana Sang Buddha mencapai Parinibbana. Tetapi tidak banyak orang mengetahui bagaimana Sang Buddha wafat. Teks-teks kuno menampilkan dua kisah tentang wafatnya Sang Buddha. Apakah wafatnya Sang Buddha direncanakan dan merupakan kehendak Sang Buddha, atau apakah karena keracunan makanan, atau ada hal lain yang berkaitan satu sama dengan yang lain ? Inilah jawabannya.

Mahaparinibbana Sutta, yang merupakan kotbah panjang dalam Tipitaka Pali, tidak diragukan lagi merupakan sumber yang paling dapat dipercaya untuk perincian atas
wafatnya Siddhattha Gotama (563-483 SM), Sang Buddha. Mahaparinibbana Sutta disusun dalam bentuk naratif yang membiarkan para pembaca untuk mengikuti kisah hari-hari terakhir Sang Buddha, yang dimulai dari beberapa bulan sebelum Beliau wafat.

Walaupun demikian, untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi terhadap Sang Buddha adalah suatu hal yang tidak sederhana. Sutta, atau kotbah, melukiskan dua
kepribadian Sang Buddha yang saling bertolak belakang, yang satu mengesampingkan yang lainnya.

Kepribadian Sang Buddha yang pertama adalah sebagai pembuat keajaiban yang menyeberangkan diriNya dan rombongan para bhikkhu ke seberang Sungai Gangga (D II, 89), Yang dengan mata batin melihat keberadaan para dewa di atas bumi (D II, 87),
Yang dapat hidup sampai akhir dunia dengan syarat seseorang mengundangNya untuk melakukan hal itu ( D II, 103), Yang menentukan waktu kemangkatanNya ( D II, 105), dan Yang kemangkatanNya dimuliakan dengan hujan bunga surgawi, serbuk kayu cendana dan musik surgawi (D II, 138).

Kepribadian Sang Buddha yang lainnya adalah sebagai layaknya makhluk berusia lanjut yang jatuh sakit ( D II, 120), Yang hampir kehilangan hidupNya karena sakit yang teramat sangat selama masa vassaNya (retreat musim hujan)yang terakhir di Vesali( D II, 100), dan Yang harus menghadapi penyakit dan kemangkatanNya yang tak didugaNya setelah mengkonsumsi hidangan khusus yang ditawarkan oleh penjamuNya
yang dermawan.

Dua kepribadian ini bergantian muncul dalam bagian-bagian yang berbeda dari cerita naratif tersebut. Lebih dari itu, di dalamnya juga nampak dua penjelasan mengenai penyebab mangkatnya Sang Buddha : Yang pertama, kemangkatan Sang Buddha
disebabkan oleh pengiringNya, Ananda, yang gagal mengundang Sang Buddha
untuk tetap hidup sampai akhir dunia atau bahkan lebih lama dari itu (D II, 117). Yang kedua adalah bahwa Sang Buddha mangkat karena sakit yang mendadak yang dimulai setelah Beliau makan makanan yang dikenal sebagai "Sukaramaddava" (D II, 127-157).

Kisah yang pertama mungkin suatu legenda, atau hasil dari suatu pergumulan politik di dalam komunitas Buddhist selama tahap transisi, sedangkan kisah yang terakhir terdengar lebih realistis dan akurat dalam menggambarkan situasi kehidupan nyata yang terjadi di dalam hari-hari terakhir Sang Buddha.

Sejumlah studi telah memusatkan perhatian pada asal-muasal hidangan khusus yang
dimakan oleh Sang Buddha selama makanan terakhirNya sebagai penyebab kemangkatanNya. Bagaimanapun juga, ada pendekatan lain yang didasarkan
pada deskripsi tentang gejala-gejala dan tanda-tanda yang diberikan dalam Sutta, yang bisa dijelaskan oleh pengetahuan medis modern.

Dalam salah satu lukisan dinding yang berada di Wat (Vihara) Ratchasittharam,
Sang Buddha dalam keadaan mendekati ajalNya, tetapi Beliau masih menyempatkan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh petapa Subhadda, yang menjadi siswa terakhirNya, yang setelah ditahbis menjadi anggota sangha, kemudian menjadi seorang Arahat.


Apa yang kita ketahui

Dalam Mahaparinibbana Sutta, kita diberitahukan bahwa Sang Buddha menderita
sakit secara tiba-tiba setelah Beliau memakan suatu hidangan khusus yang lezat, Sukaramaddava, yang secara harafiah diterjemahkan sebagai "daging babi lunak", yang telah disiapkan oleh penjamu dermawanNya, Cunda Kammaraputta. Nama dari hidangan tersebut menarik perhatian dari banyak sarjana, dan hal itu menjadi fokus dari riset akademis terhadap asal muasal makanan hidangan atau bahan baku yang digunakan di dalam memasak hidangan khusus ini.

Dalam Sutta sendiri selain menyediakan detil-detil yang berkaitan dengan tanda-tanda dan gejala-gejala dari penyakit Sang Buddha, juga menyertakan beberapa informasi yang dapat diandalkan mengenai keadaan Sang Buddha selama empat bulan sebelumnya, dan uraian ini juga sangat berarti secara medis.

Sutta di awali dengan rencana Raja Ajatasattu untuk menaklukkan negara saingannya, kerajaan Vajji. Sang Buddha melakukan perjalanan ke Vajji untuk memulai vassa (retreat musim hujan) terakhirNya. Dalam masa vassa ini Beliau jatuh sakit. Gejala dari penyakiNya adalah tiba-tiba dan sakit yang teramat sangat.

Walau demikian, di dalam Sutta tidak diuraikan tentang ciri-ciri dan letak penyakitNya. Sutta itu hanya menyinggung sekilas penyakit Beliau, dan dikatakan penyakitnya
sangat keras, dan hampir membunuhNya.

Sesudah itu, Sang Buddha dikunjungi oleh Mara, Dewa Kematian, yang mengundang Beliau untuk mangkat. Sang Buddha tidak menerima undangan dengan segera. Hanya
setelah Ananda, pengiringNya, gagal untuk mengenali isyarat yang diberikanNya mengenai kemangkatan Beliau. Sepotong pesan ini, meskipun terkait erat dengan mitos dan hal supernatural, memberikan kita beberapa informasi medis yang sangat berarti. Saat sutta ini disusun, penulisnya berada dalam keadaan terkesan bahwa Sang Buddha wafat bukan oleh karena makanan yang Beliau makan, tetapi dikarenakan Beliau telah
memiliki penyakit yang serius dan akut serta memiliki gejala-gejala yang sama dengan penyakit yang pada akhirnya membuatNya mangkat.


Waktu Kejadian

Umat Buddha tradisi Theravada berpegang pada asumsi bahwa Buddha Historis wafat pada malam bulan purnama dalam penanggalan bulan di bulan Visakha (yang kadangkala jatuh pada bulan Mei sampai Juni). Tetapi waktu tersebut bertolak belakang dengan informasi yang terdapat dalam Sutta, dimana secara jelas bahwa Sang Buddha segera mangkat setelah masa vassa (retreat musim hujan), kemungkinan besar adalah pada musim gugur atau pertengahan musim dingin, yaitu antara bulan November hingga Januari.

Uraian tentang keajaiban akan mekarnya daun-daun dan bunga-bunga pada pohon-pohon sala ketika Sang Buddha berbaring di antaranya, menunjukkan periode waktu yang diberikan dalam sutta.

Bagaimanapun juga, musim gugur dan musim dingin adalah musim yang tidak cocok untuk pertumbuhan jamur, yang menurut beberapa sarjana dipercaya sebagai
sumber racun yang dimakan Sang Buddha selama memakan makanan terakhirNya.


Diagnosa

Sutta menceritakan kepada kita bahwa Sang Buddha jatuh sakit dengan seketika setelah menyantap Sukaramaddava. Karena kita tidak mengetahui segalanya tentang
sifat dasar makanan ini, menjadi sukar bagi kita untuk mengatakannya sebagai penyebab langsung dari penyakit Sang Buddha. Tetapi dari uraian yang diberikan, diketahui bahwa serangan penyakit tersebut berlangsung cepat.

Ketika menyantap, Sang Buddha merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan makanan itu dan ia menyarankan penjamuNya untuk menguburkan makanan tersebut. Segera setelah itu, Sang Buddha menderita sakit perut yang parah dan mengeluarkan darah dari rektumNya.

Masuk akal untuk kita asumsikan bahwa penyakit itu dimulai ketika Sang Buddha
sedang menikmati makananNya, sehingga membuatNya berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dengan makanan yang tidak familiar itu. Karena kasih sayangNya kepada orang lain, maka Beliau sarankan agar makanan itu dikubur.

Apakah makanan yang beracun sebagai penyebab dari penyakit itu? Sepertinya tidak demikian. Gejala-gejala yang diuraikan tidak mengindikasikan keracunan makanan, yang bisa sangat akut , tetapi dapat dipastikan menyebabkan diare dengan darah. Umumnya, makanan beracun disebabkan oleh bakteri yang tidak segera membelah diri, tetapi
mengalami suatu masa inkubasi selama dua sampai 12 jam untuk membelah diri, umumnya disertai dengan diare dan muntah-muntah yang akut, bukan dengan pendarahan.

Kemungkinan yang lain adalah bahan kimia beracun, yang juga memiliki efek cepat, tetapi bukanlah hal yang biasa bagi bahan kimia beracun menjadi penyebab pendarahan usus yang sangat parah. Makanan yang beracun dengan pendarahan usus langsung hanya bisa disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat menghancurkan (korosif)
seperti asam cuka yang keras, yang dapat dengan mudah menimbulkan penyakit seketika. Tetapi bahan kimia yang bersifat menghancurkan tersebut sudah pasti akan menyebabkan pendarahan pada usus bagian atas, yang menimbulkan muntah darah. Tidak satupun tanda-tanda parah tersebut disebutkan dalam teks.

Penyakit-penyakit radang dinding lambung juga dapat diabaikan dari daftar penyakit tersebut. Kendati faktanya bahwa penyakit ini menyerang dengan cepat, penyakit ini jarang diikuti oleh kotoran (feces) berdarah. Radang lambung dengan pendarahan usus
menghasilkan kotoran berwarna hitam ketika radang menembus suatu pembuluh darah. Tukak pada saluran pencernaan yang lebih atas akan lebih memungkinkan mengakibatkan muntah darah, bukan pendarahan melalui rektum.

Bukti lain yang menyangkal kemungkinan ini adalah seorang pasien dengan radang lambung yang besar pada umumnya tidak mempunyai selera makan. Dengan menerima undangan untuk makan siang bersama sang penjamu, kita dapat berasumsi bahwa Sang Buddha merasa sesehat yang dirasakan orang manapun yang berada di awal usia 80nya.
Dengan usiaNya yang demikian, kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa Sang Buddha tidak mempunyai suatu penyakit kronis, seperti TBC atau kanker atau suatu infeksi/peradangan tropis seperti penyakit tipus atau disentri, yang sangat lazim di jamanNya.

Penyakit-penyakit ini bisa mengakibatkan pendarahan usus bawah, tergantung pada letaknya. Penyakit-penyakit ini juga sesuai dengan sejarah dari penyakit awal
Sang Buddha sepanjang masa vassa (retreat musim hujan). Tetapi penyakit-penyakit ini dapat dikesampingkan, karena pada umumnya penyakit-penyakit ini diikuti oleh gejala lain, seperti kelesuan, hilangnya selera makan, penurunan berat badan, busung atau buncit pada perut bagian bawah (abdomen). Tidak satupun gejala tersebut di sebutkan
dalam sutta.

Wasir besar dapat menyebabkan pendarahan parah pada daerah pembuangan, tetapi sepertinya wasir mustahil dapat menyebabkan sakit yang sangat parah pada perut bagian bawah (abdomen) kecuali jika tersumbat. Tetapi hal itu akan sangat mengganggu perjalanan Sang Buddha ke rumah penjamuNya, dan jarang sekali pendarahan wasir disebabkan oleh makanan.


Mesenteric infarction

Penyakit yang sesuai dengan gejala-gejala yang yang telah dideskripsikan, yang
disertai rasa sakit hebat pada perut bagian bawah (abdominal) dan mencret darah, umumnya ditemukan pada orang-orang usia lanjut, dan dipicu oleh makanan adalah mesenteric infarction (terganggunya jaringan pembuluh darah sekita usus), yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah di mesentery. Hal ini sangat mematikan. Ischaemia Mesenteric akut (berkurangnya suplai darah ke mesentery)adalah suatu kondisi yang parah dengan resiko kematian yang tinggi.

Mesentery adalah bagian dari dinding usus yang mengikat keseluruhan bidang usus sampai rongga abdominal. Terhambatnya suplai darah di sekitar usus biasanya
menyebabkan kematian pada jaringan tisu di bagian besar dari saluran usus bagian akhir (intestinal tract), yang akan mengakibatkan luka sayatan pada dinding saluran usus bagian akhir.

Secara normal hal ini menghasilkan sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas
(abdomen) dan mencret darah. Pasien pada umumnya meninggal karena kekurangan darah yang sangat parah. Kondisi ini sesuai dengan informasi yang diberikan dalam sutta. Hal ini juga dikuatkan kemudiannya ketika Sang Buddha meminta Ananda untuk mengambil sedikit air untukNya untuk diminum, yang menandakan Beliau sangat haus.

Seperti yang dikisahkan, Ananda menolak, karena Ananda tidak menemukan sumber air
bersih. Ananda berargumen dengan Sang Buddha bahwa aliran sungai yang terdekat telah dikeruhkan oleh rombongan kereta besar. Tetapi Sang Buddha meminta Ananda dengan tegas untuk mengambil air bagaimanapun juga.

Sebuah pertanyaan muncul pada poin ini: Mengapa Sang Buddha tidak pergi sendiri saja ke sumber air, daripada mendesak Ananda yang enggan untuk melakukannya ? Jawabannya sederhana. Sang Buddha sedang menderita shock yang disebabkan oleh kehilangan banyak darah.
Beliau tidak mampu berjalan lagi, dan dari saat itu sampai ke tempat peristirahatan terakhirNya Beliau hampir dapat dipastikan berada dalam tandu.

Jika situasinya memang demikian, sutta tidak mengisahkan tentang perjalanan Sang Buddha ke peristirahatan terakhirnya, kemungkinannya karena si penulis merasa bahwa hal itu akan memalukan Sang Buddha. Secara geografis, kita mengetahui bahwa jarak antara tempat yang di percaya sebagai rumah Cunda dengan tempat dimana Sang
Buddha mangkat adalah sekitar 15 sampai 20 kilometer. Tidaklah mungkin bagi seorang pasien penderita penyakit yang mematikan seperti itu untuk berjalan kaki dengan jarak seperti itu.

Lebih memungkinkan, apa yang terjadi adalah Sang Buddha dibawa dalam sebuah tandu oleh sekelompok bhikkhu ke Kusinara (Kushinagara).

Yang menjadi point perdebatan adalah apakah Sang Buddha benar-benar bertekad untuk mangkat di kota ini (Kusinara), mengingat bahwa kota ini diperkirakan tidak
lebih besar dari dari sebuah kota kecil. Dari arah perjalanan Sang Buddha yang diberikan dalam sutta, Beliau menuju ke utara dari Rajagaha. Ada kemungkinan Beliau tidak berniat untuk mangkat di sana, tetapi di kota tempat kelahiranNya dimana membutuhkan waktu tiga bulan untuk sampai ke sana.

Dari sutta, sudah jelas bahwa Sang Buddha tidak mengantisipasi penyakit mendadakNya, jika tidak, Beliau tidak akan menerima undangan penjamuNya. Kusinara mungkin merupakan kota yang terdekat dimana Beliau bisa menemukan seorang dokter untuk merawat diriNya. Tidaklah sukar untuk membayangkan sekelompok bhikkhu dengan terburu-buru membawa Sang Buddha di atas sebuah tandu menuju ke kota
yang terdekat untuk menyelamatkan hidupNya.

Sebelum mangkat, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda untuk tidak menyalahkan Cunda atas kemangkatanNya dan Beliau mangkat bukan disebabkan memakan Sukaramaddava. Pernyataan ini sangat penting. Makanan tersebut bukanlah penyebab secara langsung atas kemangkatanNya. Sang Buddha mengetahui bahwa gejala penyakit yang muncul merupakan gejala yang pernah Beliau alami beberapa bulan lebih awal, yang telah hampir membunuhNya.

Sukaramaddava, apapun bahannya ataupun cara memasaknya, bukanlah penyebab langsung dari penyakit mendadakNya.
LuvLiu
LuvLiu
Moderator
Moderator

Number of posts : 1265
Age : 37
Location : AFK for a while
Asal : Ranah Minang
Gol. Darah : A
Since : 2008-10-28

http://www.luvliu.co.cc

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by LuvLiu Tue Nov 04, 2008 12:20 am

Tahapan perkembangan penyakit

Mesenteric infarction adalah suatu penyakit yang biasanya ditemukan di antara
orang
lanjut usia, disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah utama yang
menyuplai bagian tengah dinding saluran usus kecil bagian akhir dengan
darah. Penyebab yang paling umum dari penyumbatan ini adalah melemahnya
dinding pembuluh darah (vessel), pembuluh darah besar mesenteric, yang
menyebabkan sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas (abdomen),
yang juga dikenal sebagai abdominal angina (keram perut).

Secara
normal, rasa sakit dipicu oleh makanan yang berat (besar), yang
memerlukan aliran darah lebih tinggi ke saluran pencernaan. Ketika
penyumbatan terjadi, saluran usus kecil kehilangan persediaan darah nya
, yang kemudian terjadi hambatan
suplai darah, atau mati rasa
setempat (gangrene), pada bagian saluran usus akhir (intestinal tract).
Hal ini pada gilirannya mengakibatkan luka sayatan pada dinding saluran
usus akhir, pendarahan yang sangat dalam pada saluran usus akhir, dan
kemudian diare berdarah.

Penyakit menjadi tambah parah ketika
cairan dan isi usus mengalir ke luar melalui rongga peritoneal,
sehingga menyebabkan radang selaput perut atau radang dinding abdominal.

Ini
sudah merupakan kondisi yang mematikan bagi si pasien, yang sering kali
meninggal karena kehilangan darah dan cairan tubuh lainnya. Jika tidak
diperbaikan dengan pembedahan, penyakit ini sering berkembang menjadi septic shock karena masuknya racun-racun bakteri ke dalam aliran darah.



Analisa Retrospektif (kebelakang)



Dari hasil diagnosa tersebut di atas, kita dapat lebih
memastikan bahwa Sang Buddha menderita mesenteric infarction yang
disebabkan oleh penyumbatan pada superior mesenteric artery. Inilah
penyebab rasa sakit yang hampir saja merenggut ajal Beliau beberapa
bulan lalu saat vassa (retret) musim hujan terakhirNya.



Dengan berkembangnya penyakit itu, sebagian dari selaput lender usus
Beliau terkelupas, dan di sinilah yang menjadi menjadi asal muasal
pendarahan tersebut.

Arteriosclerosis, pengerasan dinding pembuluh darah akibat penuaan,
merupakan penyebab dari tersumbatnya pembuluh darah, penyumbatan kecil
yang tidak akan mengakibatkan diare berdarah, tapi merupakan gejala,
yang juga kita kenal sebagai abdominal angina (keram perut).



Beliau mendapat serangan kedua ketika sedangan makan Sukaramaddava. Pada

awalnya rasa sakit itu tidak begitu hebat, tapi membuat Beliau merasa
ada yang sesuatu yang tidak beres. Mempertanyakan akan makanan itu,
Beliau lalu meminta tuan rumah untuk menguburkan makanan itu sehingga
yang lain tidak akan menderita karenanya.



Segera, Sang Buddha menyadari bahwa penyakit itu serius, dengan adanya
mencret darah yang disertai rasa sakit yang hebat pada bagian perut.
Karena kehilangan banyak darah, Beliau mengalami shock. Tingkat
dehidrasi atau kehilangan cairan darah sudah sedemikian parah sehingga
Beliau tidak sanggup lagi mempertahankan diri dan harus berteduh di
sebuah pohon di sekitar situ.



Merasa sangat haus dan kelelahan, Beliau meminta Ananda untuk pergi
mengambilkan air untuk diminumNya, walaupun Beliau mengetahui bahwa
airnya keruh. Di sanalah Beliau pingsan sehingga rombongan pengiring
Nya membawa Beliau ke kota terdekat, Kusinara, dimana ada peluang untuk
menemukan dokter atau penginapan untuk memulihkan diriNya.



Mungkin benar Sang Buddha menjadi lebih baik setelah minum untuk menggantikan

cairan tubuhNya yang hilang, dan beristirahat di atas tandu. Pengalaman
dengan gejala-gejala yang sama memberitahukan Beliau bahwa penyakitNya
yang tiba-tiba ituadalah serangan kedua dari penyakit yang sudah ada.
Beliau memberitahukan Ananda bahwa bukan makanan itu sebagai penyebab
penyakitNya, dan Cunda jangan di salahkan.



Pasien yang mengalami shock, dehidrasi, dan kehilangan banyak darah biasanya merasa

sangat dingin. Inilah sebabnya Beliau meminta pengiringNya untuk
menyiapkan pembaringan yang dialasi dengan empat lembar Sanghati.
Sesuai dengan disiplin monastic Buddhist (Vinaya), Sanghati adalah
selembar kain atau seprei, yang diijinkan oleh Sang Buddha untuk
dipakai oleh para bhikkhu dan bhikkhuni pada musim dingin.



Informasi ini mencerminkan betapa Sang Buddha merasa dingin karena kehilangan

darahNya. Secara klinis, tidaklah memungkinkan bagi pasien yang sedang
dalam keadaan shock dengan rasa sakit yang hebat di bagian perut,
kemungkinan besar mengalami peritonitis atau peradangan pada dinding
perut, pucat, dan sedang menggigil kedinginan, untuk bisa berjalan.



Kemungkinan terbesar Sang Buddha diistirahatkan di sebuah penginapan yang terletak

di kota Kusinara, di mana Beliau dirawat dan diberi kehangatan.

Pandangan ini juga sesuai dengan deskripsi tentang Ananda yang
menangis, tidak sadarkan diri, dan berpegangan pada pintu penginapan
setelah tahu Sang Buddha akan segera wafat.



Secara normal,pasien yang menderita mesenteric infarction dapat hidup
10 sampai dengan 20 jam. Dari sutta kita tahu Sang Buddha wafat sekitar
15 sampai 18 jam setelah serangan itu. Selama jangka waktu itu, para
pengiringNya telah mengusahakan upaya terbaik mereka untuk menyamankan
Beliau, misalnya, dengan menghangatkan kamar istirahatNya, atau dengan
meneteskan beberapa tetes air ke mulut Beliau untuk menghilangkan rasa
hausNya yang terus-menerus, atau dengan memberikan Beliau minuman
herbal. Namun kecil sekali kemungkinannya pasien yang sedang mengigil

kedinginan akan membutuhkan seseorang untuk mengipasi diriNya sebagaimana yang dideskripsikan dalam sutta.



Beliau mungkin silih berganti pulih dari kndisi kelelahan sehingga
memungkinkan diriNya untuk melanjutkan pembicaraan dengan beberapa
orang. Kebanyakan kata-kata terakhir Beliau kemungkinan benar adanya,
dan kata-kata tersebut dihafal dari satu generasi bhikkhu ke generasi
bhikkhu lainnya hingga ditranskripkan. Tapi pada akhirnya, di malam
yang semakin larut, Sang Buddha wafat saat septic shock kedua
menyerang. Penyakit Beliau berasal dari sebab-sebab yang alami ditambah
usia lanjut, sebagaimana yang bisa menimpa siapa saja.





Kesimpulan



Hipotesisa yang secara garis besar di uraikan di atas
menjelaskan beberapa kejadian dari kisah di dalam sutta, sebut saja,
desakan agar Ananda pergi mengambilkan air, permintaan Sang Buddha agar
tempat tidurnya dilapisi empat lembar kain, permintaan agar makanan itu
dikubur, dan lain sebagainya.



Hipotesa ini juga menyingkap kemungkinan lain yaitu sarana transportasi
yang digunakan oleh Sang Buddha untuk pergi ke Kusinara dan ranjang
kemangkatanNya. Sukaramaddava, apapun sifat dasarnya, sepertinya
bukanlah penyebab langsung dari penyakit Beliau. Sang Buddha wafat
bukan karena keracunan mankanan. Melainkan, karena porsi makan, yang
relatif terlalu besar untuk saluran pencernaanNya yang sudah
bermasalah. Porsi makan inilah yang memicu serangan mesenteric
infarction kedua yang mengakhiri hidupNya.





-End-







*)Dr.

Bhikkhu Mettanando adalah Bhikkhu Thailand yang telah mengajar meditasi

selama lebih dari tiga puluh tahun. Beliau mendapatkan S1 untuk sains

dan gelar dokter dari Universitas Chulalongkorn, Thailand, dan

menguasai bahasa Sanskerta dan kebudayaan agama India kuno berkat gelas

Master yang diperolehnya dari Universitas Oxford. Beliau juga mendapat

gelar Master Theologi dari Havard Divinity School dan PhD. dari

Universitas Hamburg, Jerman. Tesisnya difokuskan pada Meditasi dan

Penyembuhan dari Tradisi Theravada di Thailand dan Laos. Saat ini

mengajar Agama Buddha dan Meditasi di Universitas Chulalongkorn dan

Universitas Assumption, juga aktif di bidang pengobatan alternatif

dalam hospice and palliative care, dan mengajar etika medis pada dokter

dan perawat Thailand maupun secara internasional.



Judul asli: How Buddha Died

Oleh: Dr. Bhikkhu Mettanando

Diterjemahkan oleh: Bhagavant.com
LuvLiu
LuvLiu
Moderator
Moderator

Number of posts : 1265
Age : 37
Location : AFK for a while
Asal : Ranah Minang
Gol. Darah : A
Since : 2008-10-28

http://www.luvliu.co.cc

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by wonton Wed Nov 05, 2008 11:30 am

g ngerti BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Puyeng
wonton
wonton
Moderator
Moderator

Number of posts : 1454
Age : 36
Location : Somewhere I Belong
Asal : Jakarta yg macet, bau, berisik, dll.
Gol. Darah : O
Since : 2008-10-29

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by hentien13 Fri Nov 21, 2008 4:54 pm

wah...nice info ko...
hehehehe
gw cuma tau sang Buddha itu sakit aj...
hehehe...
thx fyi...
hentien13
hentien13
Member +
Member +

Number of posts : 302
Age : 36
Location : Planet Earth ;D
Since : 2008-11-18

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by Rascal_IzzY Sat Nov 22, 2008 10:05 pm

hmm.. jadi kesimpulannya???
Rascal_IzzY
Rascal_IzzY
Member +
Member +

Number of posts : 838
Age : 37
Location : Tawakal VI no.3 (307)
Asal : Medan
Gol. Darah : O
Since : 2008-11-08

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by wonder_girl Sat Nov 22, 2008 11:19 pm

gile... panjang bgt crt ny.... hehehehe....
wonder_girl
wonder_girl
Member
Member

Number of posts : 45
Age : 36
Location : tomang
Since : 2008-11-18

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by Rascal_IzzY Tue Nov 25, 2008 6:12 am

gpp... yang penting bermakna...
Rascal_IzzY
Rascal_IzzY
Member +
Member +

Number of posts : 838
Age : 37
Location : Tawakal VI no.3 (307)
Asal : Medan
Gol. Darah : O
Since : 2008-11-08

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by Stawn Sun Mar 22, 2009 3:34 pm

btw, gw pernah baca bahwa sebetulnya Arya Ananda tidak bisa disalahkan atas kegagalan Beliau memohon Buddha untuk menetap di dunia selama mungkin. [Ayo, dukung Arya Ananda ]
Analoginya adalah seorang pasien terluka parah dan dokternya tidak bisa menolong karena satu dan lain hal... Tentu saja misalkan pasien meninggal, kematian adalah disebabkan oleh luka perdarahan yang terlalu parah.
Demikian juga, kegagalan Arya Ananda memohon kepada Buddha untuk tetap tinggal disebabkan karena dua hal, yaitu:
1. Karma baik atau kebajikan para mahkluk/dunia yang kurang mendukung. Bukankah dikatakan bahwa untuk dapat bertemu Buddha secara fisik dibutuhkan karma baik yang luar biasa? Artinya kita kurang memenuhi sarat ini, dan Buddha pun tidak bisa menghapus karma buruk kita. Dengan kata lain sebenarnya karma buruk kita lah yang sebenarnya menghalangi kita untuk dapat bertemu Buddha secara fisik.

2. Gangguan 'Mara', saat itu Arya Ananda belum mencapai kesucian tingkat ke-4, Arahat. Sehingga batinnya masih ditutupi sedikit kegelapan dan terpengaruh oleh karma, Mara avijja maupun Mara devaputta.

Dan terlepas dari semua itu, Buddha mengatakan bahwa parinibbana Buddha adalah sebuah pertunjukan Dhamma yang mulia... Anicca...
Bahwa bahkan tubuh fisik manussi-Buddha pun tidak lepas dari Anicca-dhukkha-anatta. Bahwa ajaran Dhamma sesuai kenyataan dan konsisten.
Dikatakan juga bahwa penyebab Arya Ananda belum mencapai Arahat selama Buddha masih hidup adalah karena Ananda masih terikat dengan keberadaan Buddha. Ananda berpikir, ' Ah, saya kan sepupu dan pelayan terdekat Buddha, pasti nanti Buddha akan mencerahkan saya.' Ditambah kesibukan sebagai pelayan terdekat Buddha, bhante Ananda kurang intensif dan sistematis dalam bhavana/meditasi.
Kemudian setelah Buddha parinibbana, Arya Ananda pun mencapai Arahat tepat di malam sebelum konsili pertama. Cool Cool
Jangan jadikan parinibbana Buddha sebagai alasan kalau kita semua belum tercerahkan. Mari klita ikuti jejak Arya Ananda, salah satu Arahat Savaka-Buddha paling keren... Cool
Sabbe satta bhavantu sukhitata...
Stawn
Stawn
NewBie
NewBie

Number of posts : 6
Age : 39
Location : Jakarta
Asal : Palembang
Gol. Darah : A
Since : 2009-02-08

Back to top Go down

BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ? Empty Re: BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?

Post by Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum